Rektor Unika Santo Thomas Sumatra Utara, Dr Frietz R Tambunan memberikan keterangan kepada media terkait Hari Studi APTIK (HAS) 2017, Rabu (11/10/2017)
Pengalihan sumber daya kerja manusia ke robotik dengan kecanggihan teknologi diharapkan tidak menjadi baromoter pendidikan pada masa mendatang, melainkan lebih mengutamakan pendidikan karakter berbasis humanisme. Meskipun teknologi menjadi bagian terpenting peradaban masa kini, namun hendaknya manusia tetap yang memegang kendali.
Demikian dikatakan Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK), Dr Ir Paulus Wiryono Priyotamtama SJ kepada media saat memberikan keterangan terkait pelaksanaan Hari Studi APTIK (HSA) 2017, di Grandhika Hotel, Medan, Rabu (11/10/2017).
Pada pelaksanaan HAS 2017 yang digelar 12 – 14 Oktober, Universitas Katolik Santo Thomas (Unika) Sumatra Utara sebagai penyelenggara.
Turut hadir pada kesempatan itu, antara lain Rektor Unika Santo Thomas Sumatra Utara Dr Frietz R Tambunan, Sekretaris APTIK Dr Yap Fu Lan, Sekretaris Rektor/PR Helena Sihotang, ketua panitia Patricius Sipayung.
Paulus yang pernah menjabat Rektor Unika Sanata Dharma Yogyakarta ini mengatakan, sesuai tema Hari Studi APTIK tahun ini, “Realita dan Tantangan Era Disrupsi Bagi Pendidikan Tinggi”, perguruan tinggi ke depannya harus berfokus pada pendidikan karakter, sehingga mampu menciptakan lulusan yang mampu berkolaborasi satu sama lain, memikirkan saudara yang lain (solidaritas), dan mampu menggunakan teknologi untuk mengatasi masalah kemiskinan atau kesenjangan sosial.
“Karena teknologi hendaknya dapat menyelamatkan planet ini, bukan justru jadi penyebab kerusakan moral,” katanya.
Sekalipun manusia mampu menciptakan sistem canggih, lanjutnya, namun yang memasukkan data ke dalamnya ialah manusia. Sehingga akan tetap membawa kemajuan bagi manusia.
Sebagai contoh pendidikan karakter, jelas Paulus, dilakukan di Universitas Sanata Dharma, di mana pendidikan karakter dilakukan dengan berbasis refleksi pengalaman yang dimiliki mahasiswa, kemudian direfleksikan dalam aksi nyata, mengarah ke kompetensi.
“Sehingga menciptakan lulusan yang pintar tapi berkarakter humanis,” jelasnya.
Berdiri sejak 34 tahun lalu, saat ini APTIK memiliki 19 yayasan dan 20 peruguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Empat nilai yang diutamakan APTIK, yaitu unggul, transparan, option for the poor dan solidaritas,” jelasnya.
Patricius menambahkan, HAS 2017 ini dihadiri 120 peserta dan berbagai yayasan dan perguruan tinggi Katolik di Indonesia.
Dijelaskannya, HAS dirancang sebagai wacana untuk bersama-sama mempelajari dan merefleksikan isu-isu penting yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan tinggi, baik lingkup nasional maupun internasional.
Hasil studi dan refleksi bersama para anggota APTIK ini adalah gagasan-gagasan kreatif untuk diterapkan sebagai program kegiatan APTIK yang terarah pada peningkatan kualitas Pendidikan tinggi berciri Katolik, yang diselenggarakan oleh masing-masing yayasan anggota APTIK.
HAS juga akan diisi dengan seminar dengan menghadirkan berbagai pembicara, termasuk Rhenald Kasali.
Sumber : medanbisnisdaily.com